Kamis, 26 September 2013

Isolasi sosial

1.      Masalah Utama
Isolasi sosial
2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang dirumuskan adalah Isolasi Sosial
3.      Tindakan Keperawatan
Setelah dibuat perumusan masalah dan diagnosis keperawatan ditegakkan, perawat dapat melakukan tindakan keperawatan pada pasien dan keluarga.
a.       Tindakan keperawatan pada pasien
1.      Tujuan Keperawatan
a)      Pasien dapat membina hubungan saling percaya
b)      Pasien dapat menyadari penyebab isolasi sosial
c)      Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
2.      Tindakan keperawatan
a)      Membina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien isolasi sosial kadang membutuhkan waktu yang lama dan interaksi yang singkat serta sering karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Oleh karena itu, perawat harus konsisten bersikap terapeutik terhadap pasien. Selalu menepati janji adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Jika pasien sudah percaya dengan perawat, program asuhan keperawatan lebih mungkin dilaksanakan. Membina hubungan saling percaya dapat dilakukan dengan cara :
1)      Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
2)      Berkenalan dengan pasien : perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat serta tanyakan nama lengkap dan nama panggilan pasien.
3)      Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
4)      Buat kontrak asuhan : Apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
5)      Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi.
6)      Tunjukkan sikap empati terhadap pasien setiap saat.
7)      Penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin.
b)      Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial dengan cara :
1)      Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
2)      Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
c)      Bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman.
d)     Membantu pasien mengenal kerugian berhubungan dengan cara :
1)      Diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain.
2)      Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehtan fisik pasien.
e)      Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.

Perawat tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi dengan orang lain karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, perawat dapat melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pada awalnya, pasien hanya akan akrab dengan perawat, tetapi setelah itu perawat harus membiasakan pasien untuk dapat berinteraksi secara bertahap dengan orang-orang di sekitarnya. Perawat dapat melatih pasien berinteraksi dengan cara berikut :
a.       Memberikan kesempatan pasien mempraktikkann cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan anda.
b.      Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien, perawat atau keluarga).
c.       Jika pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
d.      Berilah pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
e.       Dengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Berilah dorongan terus-menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
b.      Tindakan keperawatan pada keluarga
1.      Tujuan keperawatan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat pasien isolasi sosial
2.      Tindakan keperawatan
Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari. Tindakan keperawatan agar keluarga dapat merawat pasien dengan isolasi sosial di rumah meliputi hal-hal berikut :
a)      Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b)      Jelaskan tentang :
1)      Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien
2)      Penyebab isolasi sosial
3)      Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, yaitu :
(a)    Bina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
(b)   Berikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain, yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar.
(c)    Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah
(d)   Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
c)      Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
d)     Bantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan masalah yang dihadapi
e)      Susun perencanaan pulang bersama keluarga.

4.      Strategi Pelaksanaan
SP 1 pasien : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan.
Orientasi :
            “Selamat pagi! Saya Suster Mira. Saya senang dipanggil Suster Mira. Saya perawat disini.”
            “Siapa nama Anda? senang dipanggil apa?”
            “Apa keluhan Z hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman Z? Mau di mana kita bercakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, Z? Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja :
            (Jika pasien baru)
            “Siapa saja yang tinggal serumah dengan Z? Siapa yang paling dekat dengan Z? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Z? Apa yang membuat Z jarang bercakap-cakap dengannya?”
            (Jika pasien sudah lama dirawat)
            “Apa yang Z rasakan selama Z dirawat disini? Z merasa sendirian? Siapa saja yang Z kenal di ruangan ini?”
            “Apa saja kegiatan yang biasa Z lakukan dengan teman yang Z kenal?”
            “Apa yang menghambat Z dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
            “Menurut Z, apa saja manfaatnya kalau kita memiliki teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? (Sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah, apa kerugiannya kalau Z tidak memiliki teman? Ya, apa lagi? (Sampai pasien dapat menyebutkan beberapa). Nah, banyak juga ruginya tidak punya teman, ya? Jadi, apakah Z belajar bergaul dengan orang lain?”
            “Bagus! Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain?”
            “Begini lho Z, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita, nama panggilan yang kita suka, asal kita, dan hobi kita. Contohnya : Nama saya ZN, senang dipanggil Z. Asal saya dari kota X, hobi memasak.”
            “Ayo Z dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Z. Coba berkenalan dengan saya! Coba sekali lagi. Bagus sekali!”
            “Setelah Z berkenalan dengan orang tersebut Z bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan Z bicarakan, misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan, dan sebagainya.”
Terminasi :
            “Bagaimana perasaan Z setelah kita latihan berkenalan?”
            “Z tadi sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali. Selanjutnya Z dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi sehingga Z lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. Z mau mempraktikkan ke orang lain? Bagaimana kalau Z mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, Z mau kan?”
            “Baiklah, sampai jumpa!”

SP 2 pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama [perawat]).
Orientasi :
            “Selamat pagi Z! bagaimana perasaan Z hari ini?”
            “Sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan?
Coba sebutkan lagi sambil bersalaman dengan Suster!
            “Bagus sekali, Z masih ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak Z mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit.”
            “Ayo kita temui perawat N disana!”
Kerja :
            (Bersama-sama Z, perawat mendekati perawat N)
            “Selamat pagi perawat N, Z ingin berkenalan dengan N. Baiklah Z, Z bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktikkan kemarin.” (Pasien mendemostrasikan cara berkenalan dengan perawat N. Memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya.)
            “Ada lagi yang Z ingin tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan tentang keluarga perawat N!”
            Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, Z dapat menyudahi perkenalan ini. Lalu Z, bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti.”
            “Baiklah perawat N, karena Z sudah selesai berkenalan, saya dan Z akan kembali ke ruangan Z. Selamat pagi!” (Bersama pasien, perawat Mira meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan Z di tempat lain.)
Terminasi :
            “Bagaimana perasaan Z setelah berkenalan dengan perawat N?”
            “Z tampak bagus sekali saat berkenalan tadi.”
            “Pertahankan terus apa yang sudah Z lakukan tadi. jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar, misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain? mari kita masukkan ke dalam jadwal. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik, nanti Z coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok!”
SP 3 pasien : Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua).
Orientasi :
            “Selamat pagi Z! Bagaimana perasaan Z hari ini?”
            “Apakah Z bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang (jika jawaban pasien, ya, perawat dapat melanjutkan komunikasi berikutnya dengan pasien lain).”
            “Bagaimana perasaan Z setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang?”
“Bagus sekali Z menjadi senang karena punya teman lagi!”
            “Kalau begitu Z ingin punya banyak teman lagi?”
            “Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan teman seruangan Z yang lain, yaitu O. Seperti biasa, kira-kira 10 menit. Mari kita temui dia di ruang makan.”
Kerja :
            (Bersama-sama Z, perawat mendekati pasien lain)
            “Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan.”
            “Baiklah Z, Z sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah Z lakukan sebelumnya.” (Pasien mendemostrasikan cara berkenalan : memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama)
            “Ada lagi yang Z ingin tanyakan kepada O? Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, Z bisa sudahi perkenalan ini. Lalu Z bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti (Z membuat janji untuk bertemu kembali dengan O).”
            “Baiklah O, karena Z sudah selesai berkenalan, saya dan Z akan kembali ke ruangan Z. Selamat pagi (bersama pasien perawat meninggalkan O untuk melakukan terminasi dengan Z di tempat lain).
            Terminasi :
            “Bagaimana perasaan Z setelah berkenalan dengan O?”
            “Dibandingkan kemarin pagi, Z tampak lebih baik ketika berkenalan dengan O. Pertahankan apa yang sudah Z lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti.”
            “Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi, satu hari Z dapat berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak 3 kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, Z bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya Z bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana Z, setuju kan?”
            “Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman Z. Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya.”
            “Sampai besok!”
SP 1 keluarga : Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien isolasi sosial.
Orientasi :
            “Selamat pagi Pak! Perkenalkan saya perawat Mira. Saya yang merawat anak Bapak, Z, di ruang ini.”
            “Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
            “Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan Z sekarang?”
            “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya?”
            “Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu?
Bagaimana kalau setengah jam?”
Kerja :
            “Apa masalah yang Bapak hadapi dalam merawat Z ? Apa yang sudah dilakukan?”
            “Masalah yang dialami oleh anak Z disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain. Tanda-tandanya, antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, dan kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk. Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan ketika berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Jika masalah isolasi sosial ini tidak diatasi, seseorang dapat mengalami halusinasi, yakni mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada. Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar menghadapi Z. Untuk merawat Z, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama, keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan Z, caranya adalah dengan bersikap peduli terhadap Z dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada Z untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi Z. Selanjutnya jangan biarkan Z sendiri. Buatlah rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan Z, misalnya ibadah bersama, makan bersama, rekreasi bersama, atau melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
            “Nah, bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu? Begini contoh komunikasinya Pak, “Z, Bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain. Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu berbincang-bincang dengan yang lain. Bagaimana Z, kamu mau coba kan, Nak?”
            “Nah, coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan! Bagus, Bapak telah memperagakan dengan baik sekali!”
            “Sampai di sini ada yang ingin ditanyakan Pak?”


Terminasi :
            “Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
            “Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial. Selanjutnya dapatkah Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak Bapak yang mengalami masalah isolasi sosial?”
            “Bagus sekali, Bapak dapat menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut! Nanti kalau ketemu Z coba bapak lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama.”
            “Bagaimana kalau kita bertemu tiga hari lagi untuk latihan langsung dengan Z?”
            “Kita bertemu di sini ya Pak, pada jam yang sama. Selamat pagi!”
SP 2 keluarga : Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien isolasi sosial langsung di hadapan pasien.
Orientasi :
            “Selamat pagi Bapak! Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”
            “Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari beberapa hari yang lalu?”
            Mari praktikkan langsung pada Z! Bapak punya waktu berapa lama? Baik kita akan coba 30 menit.”
            “Sekarang mari kita temui Z!”
Kerja :
            “Selamat pagi Z. Bagaimana perasaan Z hari ini?”
            “Bapak Z datang membesuk. Beri salam! Bagus. Tolong Z tunjukkan jadwal kegiatannya!” (Kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
            “Nah, Pak, sekarang Bapak dapat mempraktikkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari yang lalu. (Perawat mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
            “Bagaimana perasaan Z setelah berbincang-bincang dengan ayah Z?”
            Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu.”
            (Perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi :
            “Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi? Bapak sudah bagus melakukannya.”
            “Mulai sekarang Bapak sudah dapat melakukan cara perawat tersebut pada Z.”
            “Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang ya Pak?”
SP 3 keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
Orientasi :
            “Selamat pagi Pak! Karena besok Z sudah boleh pulang, kita perlu membicarakan tentang perawatan Z di rumah.”
            “Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal Z tersebut di sini saja.”
            “Berapa lama kita dapat bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja :
            “Bapak, ini jadwal Z selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah? Di rumah Bapak yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya. Berikan pujian jika benar dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditambah anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau Z terus-menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di Puskesmas Inderapuri, yang dekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya (0651)xxx. Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan Z selama berada di rumah.”
Terminasi :
“Bagaimana Pak? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di puskesmas Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke Puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.”



LAPORAN PENDAHULUAN

I.       Kasus (Masalah Utama)
Isolasi sosial
II.    Proses Terjadinya Masalah
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidaksesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Penyebab
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut (Townsend, M.C,1998:152). Menurut Stuart, G.W & Sundeen, S,J (1998 : 345). Isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri harga diri rendah.
Gangguan konsep diri: harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227). Menurut Townsend (1998:189) harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri.
Tanda dan Gejala
Menurut Townsend, M.C (1998:152-153) & Carpenito,L.J (1998: 382) isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
Data subjektif :
a.       Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
b.      Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
Data objektif
a.       Tampak menyendiri dalam ruangan
b.      Tidak berkomunikasi, menarik diri
c.       Tidak melakukan kontak mata
d.      Tampak sedih, afek datar
e.       Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu
f.       Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan usianya
g.      Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
h.      Kurang aktivitas fisik dan verbal
i.        Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
j.        Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya

Akibat dari isolasi sosial
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156). Gangguan sensori persepsi halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik. Perubahan persepsi sensori halusinasi sering ditandai dengan adanya:
Data subjektif:
a.       Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat
b.      Tidak mampu memecahkan masalah
c.       Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara atau melihat bayangan)
d.      Mengeluh cemas dan khawatir
Data objektif:
a.       Apatis dan cenderung menarik diri
b.      Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi, kadang berhenti berbicara seolah-olah mendengarkan sesuatu
c.       Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
d.      Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
e.       Gerakan mata yang cepat
f.       Pikiran yang berubah-rubah dan konsentrasi rendah
g.      Respons-respons yang tidak sesuai (tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang kompleks).


III.    a. Pohon Masalah


Effect
 
 
                               Gangguan sensori persepsi : Halusinasi


Core problem
 
 
                                                 Isolasi Sosial


Causa
 
 
                        Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

b.      Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1.    Masalah Keperawatan
a.       Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
b.      Isolasi sosial
c.       Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2.     Data yang perlu dikaji
a.       Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
1)   Data Subjektif
a)    Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
b)   Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c)    Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d)   Klien merasa makan sesuatu
e)    Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f)    Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g)   Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2)   Data Objektif
a)    Klien berbicara dan tertawa sendiri
b)   Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c)    Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d)   Disorientasi
b.      Isolasi sosial
1)   Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat ”tidak”, ”ya”.
2)      Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang lain, berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam), kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur).
c.       Gangguan konsep diri (harga diri rendah)
1.      Data subjektif:
a). Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b). Perasaan tidak mampu
c). Rasa bersalah
d). Sikap negatif pada diri sendiri
e). Sikap pesimis pada kehidupan
f). Keluhan sakit fisik
g). Menolak kemampuan diri sendiri
h). Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
i). Perasaan cemas dan takut
j). Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
k). Mengungkapkan kegagalan pribadi
l). Ketidak mampuan menentukan tujuan
2. Data objektif:
a.       Produktivitas menurun
b.      Perilaku destruktif pada diri sendiri
c.       Menarik diri dari hubungan social
d.      Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
e.       Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)

IV. Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
2.      Isolasi sosial
V.   Rencana Tindakan Keperawatan
1.    Gangguan sensori persepsi ; halusinasi
Tujuan umum:  Tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi
Tujuan khusus:
a.    Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
-       Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu.
-       Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak menjawab
-       Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu‑buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
b.    Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan:
-       Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
-       Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
c.    Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan:
-       Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
-       Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk bergaul.
d.   Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap: klien‑perawat, klien‑perawat‑klien lain, perawat-klien‑kelompok, klien‑keluarga.
Tindakan:
-       Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin perawat yang sama.
-       Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
-       Tingkatkan interaksi secara bertahap
-       Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
-       Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
-       Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik
e.    Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.
Tindakan:
-       Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan
-       Beri pujian atas keberhasilan klien
f.     Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
-       Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga
-       Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
2.    Isolasi sosial
Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
a.    Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
-       Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terpeutik
b.    Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
-       Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
-       Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
-        Utamakan memberi pujian yang realistik.
c.    Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki
Tindakan :
-       Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
-       Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
d.   Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
-       Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
-       Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
-       Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
e.    Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan :
-       Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
-       Beri pujian atas keberhasilan klien
-       Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah
f.     Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
-       Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat  klien dengan harga diri rendah
-       Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
-       Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.


DAFTAR PUSTAKA
Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice, Edisi 9th, Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
DEPKES RI, (1989). Pedoman Perawatan Psikiatrik, Ed I, DEPKES RI, Jakarta
Johnson, B.S, (1995). Psichiatric-Mental Health Nursing Adaptation and Growth, Edisi 2th, J.B Lippincott Company, Philadelphia
Kusuma, W, (1997). Dari A Sampai Z Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktek, Ed I, Professional Books, Jakarta
Keliat, B.A, dkk, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC, Jakarta
Keliat, B.A, dkk. 2012. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC
Keliat, B.A, dkk. 2012. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa : Jakarta : EGC
Maramis,W.F (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya
Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988). Clinical Manual of Psychiatric Nursing, Edisi 1th, The C.V Mosby Company, Toronto
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta