1.
Masalah
Utama
Isolasi sosial
2.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang dirumuskan adalah
Isolasi Sosial
3.
Tindakan
Keperawatan
Setelah dibuat perumusan masalah dan
diagnosis keperawatan ditegakkan, perawat dapat melakukan tindakan keperawatan
pada pasien dan keluarga.
a.
Tindakan
keperawatan pada pasien
1.
Tujuan
Keperawatan
a)
Pasien
dapat membina hubungan saling percaya
b)
Pasien
dapat menyadari penyebab isolasi sosial
c)
Pasien
dapat berinteraksi dengan orang lain
2.
Tindakan
keperawatan
a)
Membina
hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien isolasi sosial
kadang membutuhkan waktu yang lama dan interaksi yang singkat serta sering
karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Oleh karena itu,
perawat harus konsisten bersikap terapeutik terhadap pasien. Selalu menepati
janji adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan. Pendekatan yang konsisten
akan membuahkan hasil. Jika pasien sudah percaya dengan perawat, program asuhan
keperawatan lebih mungkin dilaksanakan. Membina hubungan saling percaya dapat
dilakukan dengan cara :
1)
Ucapkan
salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
2)
Berkenalan
dengan pasien : perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat serta
tanyakan nama lengkap dan nama panggilan pasien.
3)
Tanyakan
perasaan dan keluhan pasien saat ini.
4)
Buat
kontrak asuhan : Apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berapa lama akan
dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
5)
Jelaskan
bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi.
6)
Tunjukkan
sikap empati terhadap pasien setiap saat.
7)
Penuhi
kebutuhan dasar pasien jika mungkin.
b)
Membantu
pasien mengenal penyebab isolasi sosial dengan cara :
1)
Tanyakan
pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
2)
Tanyakan
penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
c)
Bantu
pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara
mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman.
d)
Membantu
pasien mengenal kerugian berhubungan dengan cara :
1)
Diskusikan
kerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain.
2)
Jelaskan
pengaruh isolasi sosial terhadap kesehtan fisik pasien.
e)
Membantu
pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
Perawat
tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi
dengan orang lain karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu
yang lama. Untuk itu, perawat dapat melatih pasien berinteraksi secara
bertahap. Mungkin pada awalnya, pasien hanya akan akrab dengan perawat, tetapi
setelah itu perawat harus membiasakan pasien untuk dapat berinteraksi secara
bertahap dengan orang-orang di sekitarnya. Perawat dapat melatih pasien
berinteraksi dengan cara berikut :
a.
Memberikan
kesempatan pasien mempraktikkann cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan di hadapan anda.
b.
Mulailah
bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien, perawat atau keluarga).
c.
Jika
pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua,
tiga, empat orang dan seterusnya.
d.
Berilah
pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
e.
Dengarkan
ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien
akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Berilah dorongan
terus-menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
b.
Tindakan
keperawatan pada keluarga
1.
Tujuan
keperawatan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat pasien isolasi
sosial
2.
Tindakan
keperawatan
Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat
membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini karena keluargalah yang
selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari. Tindakan keperawatan agar
keluarga dapat merawat pasien dengan isolasi sosial di rumah meliputi hal-hal
berikut :
a)
Diskusikan
masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b)
Jelaskan
tentang :
1) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada
pasien
2) Penyebab isolasi sosial
3) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi
sosial, yaitu :
(a) Bina hubungan saling percaya dengan pasien
dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
(b) Berikan semangat dan dorongan kepada pasien
untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain, yaitu dengan
tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar.
(c) Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah
(d) Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap
dengan pasien.
c)
Peragakan
cara merawat pasien dengan isolasi sosial
d)
Bantu
keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan
masalah yang dihadapi
e)
Susun
perencanaan pulang bersama keluarga.
4.
Strategi
Pelaksanaan
SP
1 pasien : Membina hubungan
saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu
pasien mengenal manfaat berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain, dan mengajarkan pasien berkenalan.
Orientasi
:
“Selamat
pagi! Saya Suster Mira. Saya senang dipanggil Suster Mira. Saya perawat
disini.”
“Siapa
nama Anda? senang dipanggil apa?”
“Apa
keluhan Z hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan
teman-teman Z? Mau di mana kita bercakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau
berapa lama, Z? Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja
:
(Jika
pasien baru)
“Siapa
saja yang tinggal serumah dengan Z? Siapa yang paling dekat dengan Z? Siapa
yang jarang bercakap-cakap dengan Z? Apa yang membuat Z jarang bercakap-cakap
dengannya?”
(Jika
pasien sudah lama dirawat)
“Apa
yang Z rasakan selama Z dirawat disini? Z merasa sendirian? Siapa saja yang Z
kenal di ruangan ini?”
“Apa
saja kegiatan yang biasa Z lakukan dengan teman yang Z kenal?”
“Apa
yang menghambat Z dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
“Menurut
Z, apa saja manfaatnya kalau kita memiliki teman? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi? (Sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah, apa
kerugiannya kalau Z tidak memiliki teman? Ya, apa lagi? (Sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa). Nah, banyak juga ruginya tidak punya teman, ya? Jadi,
apakah Z belajar bergaul dengan orang lain?”
“Bagus!
Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain?”
“Begini
lho Z, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita, nama
panggilan yang kita suka, asal kita, dan hobi kita. Contohnya : Nama saya ZN, senang dipanggil Z. Asal saya
dari kota X, hobi memasak.”
“Ayo
Z dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Z. Coba berkenalan dengan saya! Coba
sekali lagi. Bagus sekali!”
“Setelah
Z berkenalan dengan orang tersebut Z bisa melanjutkan percakapan tentang
hal-hal yang menyenangkan Z bicarakan, misalnya tentang cuaca, tentang hobi,
tentang keluarga, pekerjaan, dan sebagainya.”
Terminasi
:
“Bagaimana
perasaan Z setelah kita latihan berkenalan?”
“Z
tadi sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali. Selanjutnya Z
dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi sehingga Z lebih siap untuk
berkenalan dengan orang lain. Z mau mempraktikkan ke orang lain? Bagaimana
kalau Z mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, Z mau kan?”
“Baiklah,
sampai jumpa!”
SP
2 pasien : Mengajarkan
pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama
[perawat]).
Orientasi
:
“Selamat
pagi Z! bagaimana perasaan Z hari ini?”
“Sudah
diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan?
Coba sebutkan lagi sambil bersalaman dengan Suster!
Coba sebutkan lagi sambil bersalaman dengan Suster!
“Bagus
sekali, Z masih ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak Z mencoba
berkenalan dengan teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit.”
“Ayo
kita temui perawat N disana!”
Kerja
:
(Bersama-sama
Z, perawat mendekati perawat N)
“Selamat
pagi perawat N, Z ingin berkenalan dengan N. Baiklah Z, Z bisa berkenalan
dengan perawat N seperti yang kita praktikkan kemarin.” (Pasien
mendemostrasikan cara berkenalan dengan perawat N. Memberi salam, menyebutkan
nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya.)
“Ada
lagi yang Z ingin tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan tentang keluarga
perawat N!”
Jika
tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, Z dapat menyudahi perkenalan ini. Lalu
Z, bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang
nanti.”
“Baiklah
perawat N, karena Z sudah selesai berkenalan, saya dan Z akan kembali ke
ruangan Z. Selamat pagi!” (Bersama pasien, perawat Mira meninggalkan perawat N
untuk melakukan terminasi dengan Z di tempat lain.)
Terminasi
:
“Bagaimana
perasaan Z setelah berkenalan dengan perawat N?”
“Z
tampak bagus sekali saat berkenalan tadi.”
“Pertahankan
terus apa yang sudah Z lakukan tadi. jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya
perkenalan berjalan lancar, misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya.
Bagaimana, mau coba dengan perawat lain? mari kita masukkan ke dalam jadwal.
Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik, nanti Z coba sendiri.
Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok!”
SP
3 pasien : Melatih pasien
berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua).
Orientasi :
“Selamat
pagi Z! Bagaimana perasaan Z hari ini?”
“Apakah
Z bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang (jika jawaban pasien, ya, perawat
dapat melanjutkan komunikasi berikutnya dengan pasien lain).”
“Bagaimana
perasaan Z setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang?”
“Bagus sekali Z
menjadi senang karena punya teman lagi!”
“Kalau
begitu Z ingin punya banyak teman lagi?”
“Bagaimana
kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan teman seruangan Z yang lain, yaitu
O. Seperti biasa, kira-kira 10 menit. Mari kita temui dia di ruang makan.”
Kerja :
(Bersama-sama
Z, perawat mendekati pasien lain)
“Selamat
pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan.”
“Baiklah
Z, Z sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah Z lakukan
sebelumnya.” (Pasien mendemostrasikan cara berkenalan : memberi salam,
menyebutkan nama, nama panggilan, asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama)
“Ada
lagi yang Z ingin tanyakan kepada O? Kalau tidak ada lagi yang ingin
dibicarakan, Z bisa sudahi perkenalan ini. Lalu Z bisa buat janji bertemu lagi,
misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti (Z membuat janji untuk bertemu kembali
dengan O).”
“Baiklah
O, karena Z sudah selesai berkenalan, saya dan Z akan kembali ke ruangan Z.
Selamat pagi (bersama pasien perawat meninggalkan O untuk melakukan terminasi
dengan Z di tempat lain).
Terminasi
:
“Bagaimana
perasaan Z setelah berkenalan dengan O?”
“Dibandingkan
kemarin pagi, Z tampak lebih baik ketika berkenalan dengan O. Pertahankan apa
yang sudah Z lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4
sore nanti.”
“Selanjutnya,
bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita
tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi, satu hari Z dapat berbincang-bincang
dengan orang lain sebanyak 3 kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, Z
bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya
Z bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana Z, setuju
kan?”
“Baiklah,
besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman Z. Pada jam yang sama dan
tempat yang sama ya.”
“Sampai
besok!”
SP
1 keluarga : Memberikan
pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai masalah isolasi sosial, penyebab
isolasi sosial, dan cara merawat pasien isolasi sosial.
Orientasi
:
“Selamat
pagi Pak! Perkenalkan saya perawat Mira. Saya yang merawat anak Bapak, Z, di
ruang ini.”
“Nama
Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
“Bagaimana
perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan Z sekarang?”
“Bagaimana
kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara
perawatannya?”
“Kita
diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu?
Bagaimana kalau setengah jam?”
Bagaimana kalau setengah jam?”
Kerja
:
“Apa
masalah yang Bapak hadapi dalam merawat Z ? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak Z disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain. Tanda-tandanya, antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, dan kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk. Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan ketika berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Jika masalah isolasi sosial ini tidak diatasi, seseorang dapat mengalami halusinasi, yakni mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada. Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar menghadapi Z. Untuk merawat Z, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama, keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan Z, caranya adalah dengan bersikap peduli terhadap Z dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada Z untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi Z. Selanjutnya jangan biarkan Z sendiri. Buatlah rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan Z, misalnya ibadah bersama, makan bersama, rekreasi bersama, atau melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
“Masalah yang dialami oleh anak Z disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain. Tanda-tandanya, antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, dan kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk. Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan ketika berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Jika masalah isolasi sosial ini tidak diatasi, seseorang dapat mengalami halusinasi, yakni mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada. Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar menghadapi Z. Untuk merawat Z, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama, keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan Z, caranya adalah dengan bersikap peduli terhadap Z dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada Z untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi Z. Selanjutnya jangan biarkan Z sendiri. Buatlah rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan Z, misalnya ibadah bersama, makan bersama, rekreasi bersama, atau melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
“Nah,
bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu? Begini
contoh komunikasinya Pak, “Z, Bapak lihat
sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain. Perbincangannya juga
lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu
berbincang-bincang dengan yang lain. Bagaimana Z, kamu mau coba kan, Nak?”
“Nah,
coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan!
Bagus, Bapak telah memperagakan dengan baik sekali!”
“Sampai
di sini ada yang ingin ditanyakan Pak?”
Terminasi
:
“Baiklah
waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba
Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial. Selanjutnya dapatkah
Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak Bapak yang mengalami masalah
isolasi sosial?”
“Bagus
sekali, Bapak dapat menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut! Nanti
kalau ketemu Z coba bapak lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga
agar mereka juga melakukan hal yang sama.”
“Bagaimana
kalau kita bertemu tiga hari lagi untuk latihan langsung dengan Z?”
“Kita
bertemu di sini ya Pak, pada jam yang sama. Selamat pagi!”
SP
2 keluarga : Melatih keluarga
mempraktikkan cara merawat pasien isolasi sosial langsung di hadapan pasien.
Orientasi
:
“Selamat
pagi Bapak! Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”
“Bapak
masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari beberapa hari
yang lalu?”
Mari
praktikkan langsung pada Z! Bapak punya waktu berapa lama? Baik kita akan coba
30 menit.”
“Sekarang
mari kita temui Z!”
Kerja
:
“Selamat
pagi Z. Bagaimana perasaan Z hari ini?”
“Bapak
Z datang membesuk. Beri salam! Bagus. Tolong Z tunjukkan jadwal kegiatannya!”
(Kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“Nah,
Pak, sekarang Bapak dapat mempraktikkan apa yang sudah kita latihkan beberapa
hari yang lalu. (Perawat mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
“Bagaimana
perasaan Z setelah berbincang-bincang dengan ayah Z?”
Baiklah,
sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu.”
(Perawat
dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi
:
“Bagaimana
perasaan Bapak setelah kita latihan tadi? Bapak sudah bagus melakukannya.”
“Mulai
sekarang Bapak sudah dapat melakukan cara perawat tersebut pada Z.”
“Tiga
hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara
merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang ya
Pak?”
SP
3 keluarga : Membuat
perencanaan pulang bersama keluarga.
Orientasi
:
“Selamat
pagi Pak! Karena besok Z sudah boleh pulang, kita perlu membicarakan tentang
perawatan Z di rumah.”
“Bagaimana
kalau kita membicarakan jadwal Z tersebut di sini saja.”
“Berapa
lama kita dapat bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja
:
“Bapak,
ini jadwal Z selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di
rumah? Di rumah Bapak yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah,
baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya. Berikan pujian jika benar
dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditambah anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau Z terus-menerus tidak mau
bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di
Puskesmas Inderapuri, yang dekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon
puskesmasnya (0651)xxx. Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau
perkembangan Z selama berada di rumah.”
Terminasi :
“Bagaimana Pak? Ada yang belum jelas? Ini
jadwal kegiatan harian dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di
puskesmas Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke Puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan
selesaikan administrasinya.”
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Kasus
(Masalah Utama)
Isolasi sosial
II. Proses
Terjadinya Masalah
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu
dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu
keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam
ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak
mata. Ketidaksesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan
perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan,
tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian
yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang
lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau
kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 :
423) isolasi sosial menarik diri
merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain,
individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam
berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Penyebab
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena
kurangnya rasa percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap
perkembangan sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan
ego yang lemah serta represi rasa takut (Townsend, M.C,1998:152). Menurut
Stuart, G.W & Sundeen, S,J (1998 : 345). Isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri harga diri rendah.
Gangguan konsep
diri: harga diri rendah
adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227).
Menurut Townsend (1998:189) harga diri
rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan
diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada
dikemukan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri.
Tanda dan Gejala
Menurut Townsend, M.C (1998:152-153) &
Carpenito,L.J (1998: 382) isolasi
sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai
berikut:
Data subjektif :
a.
Mengungkapkan
perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
b.
Mengungkapkan
keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
Data objektif
a.
Tampak
menyendiri dalam ruangan
b.
Tidak berkomunikasi,
menarik diri
c.
Tidak
melakukan kontak mata
d.
Tampak
sedih, afek datar
e.
Posisi
meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu
f.
Adanya
perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan
usianya
g.
Kegagalan
untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
h.
Kurang
aktivitas fisik dan verbal
i.
Tidak
mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
j.
Mengekspresikan
perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
Akibat dari isolasi sosial
Perilaku isolasi sosial :
menarik diri dapat berisiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi (Townsend, M.C, 1998 :
156). Gangguan sensori persepsi halusinasi
adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau
persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat
bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S,
1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi
adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di
mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan
oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik. Perubahan persepsi
sensori halusinasi sering
ditandai dengan adanya:
Data
subjektif:
a.
Tidak
mampu mengenal waktu, orang dan tempat
b.
Tidak
mampu memecahkan masalah
c.
Mengungkapkan
adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara atau melihat bayangan)
d.
Mengeluh
cemas dan khawatir
Data objektif:
a. Apatis dan cenderung menarik diri
b. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola
komunikasi, kadang berhenti berbicara seolah-olah mendengarkan sesuatu
c. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
d. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
e. Gerakan mata yang cepat
f. Pikiran yang berubah-rubah dan konsentrasi
rendah
g. Respons-respons yang tidak sesuai (tidak
mampu berespons terhadap petunjuk yang kompleks).
III. a. Pohon Masalah
|
Gangguan
sensori persepsi : Halusinasi
|
Isolasi Sosial
|
Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)
b. Masalah
keperawatan dan data yang perlu dikaji
1.
Masalah
Keperawatan
a.
Gangguan
sensori persepsi : Halusinasi
b.
Isolasi
sosial
c.
Gangguan
konsep diri : harga diri rendah
2.
Data yang perlu dikaji
a.
Gangguan
Sensori Persepsi : Halusinasi
1)
Data
Subjektif
a)
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak
berhubungan dengan stimulus nyata
b)
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada
stimulus yang nyata
c)
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d)
Klien
merasa makan sesuatu
e)
Klien
merasa ada sesuatu pada kulitnya
f)
Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat
dan didengar
g)
Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2)
Data
Objektif
a)
Klien
berbicara dan tertawa sendiri
b)
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c)
Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
d)
Disorientasi
b.
Isolasi
sosial
1)
Data
Subyektif
Sukar didapat jika klien
menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat ”tidak”, ”ya”.
2)
Data
Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul,
menyendiri/menghindari orang lain, berdiam diri di kamar, komunikasi kurang
atau tidak ada (banyak diam), kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan
orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur).
c.
Gangguan
konsep diri (harga diri rendah)
1.
Data subjektif:
a).
Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b).
Perasaan tidak mampu
c).
Rasa bersalah
d).
Sikap negatif pada diri sendiri
e).
Sikap pesimis pada kehidupan
f).
Keluhan sakit fisik
g).
Menolak kemampuan diri sendiri
h).
Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
i).
Perasaan cemas dan takut
j).
Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
k).
Mengungkapkan kegagalan pribadi
l).
Ketidak mampuan menentukan tujuan
2. Data
objektif:
a.
Produktivitas
menurun
b.
Perilaku
destruktif pada diri sendiri
c.
Menarik
diri dari hubungan social
d.
Ekspresi
wajah malu dan rasa bersalah
e.
Menunjukkan
tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
IV. Diagnosa
Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
2. Isolasi sosial
V. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi ; halusinasi
Tujuan umum: Tidak
terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi
Tujuan khusus:
a.
Klien
dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
-
Bina
hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tuiuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan
jelas tentang topik, tempat, waktu.
-
Beri
perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak menjawab
-
Dengarkan
dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu‑buru, tunjukkan bahwa
perawat mengikuti pembicaraan klien.
b.
Klien
dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan:
-
Bicarakan
penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
-
Diskusikan
akibat yang dirasakan dari menarik diri.
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan
dengan orang lain
Tindakan:
- Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang
lain.
- Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang
dimiliki untuk bergaul.
d. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara
bertahap: klien‑perawat, klien‑perawat‑klien lain, perawat-klien‑kelompok,
klien‑keluarga.
Tindakan:
- Lakukan interaksi sering dan singkat dengan
klien jika mungkin perawat yang sama.
- Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan
orang lain
- Tingkatkan interaksi secara bertahap
- Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok
sosialisasi
- Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari
dengan interaksi
- Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga
secara terapeutik
e. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah
berhubungan dengan orang lain.
Tindakan:
- Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi
/ kegiatan
- Beri pujian atas keberhasilan klien
f. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
- Beri pendidikan kesehatan tentang cara
merawat klien melalui pertemuan keluarga
- Beri reinforcement positif atas keterlibatan
keluarga.
2.
Isolasi
sosial
Tujuan
umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan
khusus :
a.
Klien
dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan
:
- Bina hubungan saling
percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terpeutik
b.
Klien
dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan
:
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien.
- Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian
negatif.
- Utamakan memberi pujian yang realistik.
c.
Klien
dapat menilai kemampun yang dimiliki
Tindakan
:
- Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih
dapat digunakan selama sakit
- Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
d.
Klien
dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan
:
- Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
- Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan
e.
Klien
dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan
:
- Beri kesempatan pada klien untuk mencoba
kegiatan yang telah direncanakan
- Beri pujian atas keberhasilan klien
- Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah
f.
Klien
dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan
:
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien dengan harga
diri rendah
- Bantu keluarga memberikan dukungan selama
klien dirawat
- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di
rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998).
Psychiatric Nursing Contemporary Practice, Edisi 9th, Lippincott-Raven
Publishers, Philadelphia
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa
keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
DEPKES RI, (1989). Pedoman Perawatan
Psikiatrik, Ed I, DEPKES RI, Jakarta
Johnson, B.S, (1995). Psichiatric-Mental
Health Nursing Adaptation and Growth, Edisi 2th, J.B Lippincott Company,
Philadelphia
Kusuma, W, (1997). Dari A Sampai Z
Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktek, Ed I, Professional Books, Jakarta
Keliat, B.A, dkk, (1997). Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC, Jakarta
Keliat,
B.A, dkk. 2012. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC
Keliat,
B.A, dkk. 2012. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa : Jakarta : EGC
Maramis,W.F (1998). Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya
Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988).
Clinical Manual of Psychiatric Nursing, Edisi 1th, The C.V Mosby Company,
Toronto
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku
Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Saya Termasuk Orang yang memiliki Masalah Isolasi Diri , Kontak Nomor hp saya 089651018173 Please Bantu saya ..
BalasHapusSemoga anda bisa membantu Aammiinn .
Facebook saya : Muhammad Zidan Seful Milah
Blog Saya : Www.Pcunik.Blogspot.Co.Id
Info Tentang Saya / About ME : Cek di Blog saya : Cek klik Info Blog PCunik dan ada Link ABOUT ME
Please bantu saya Mengatasi Masalah IsolasiSosial .