Senin, 02 Juli 2012

Askep Solusio Plasenta


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpusuteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zatnutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalammasa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat. Hebatnya perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitassolusio plasenta sering bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat pertolongan. Angka kematioan perinatal sebesar 25 %. Ketika angka lahir matiakibat kausa lain telah berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat solusio plasenta masih tetap menonjol.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak. Pemandangan yang menipu inilahsebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalamkeadaan yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperansebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas danmakin bertambahnya usia ibu.







1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan terhadap klien dengan solusio plasenta
1.2.2        Tujuan Khusus
1.         Untuk mengetahui dan memahami pengertian solusio plasenta.
2.         Untuk mengetahui dan memahami macam solusio plasenta.
3.         Untuk mengetahui dan memahami patologi dan etiologi darisolusio plasenta.
4.         Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan keperawatandari solusio plasenta.
5.         Untuk mengetahui dan memahami tindakan keperawatan yang di lakukan pada klien solusio plasenta






















BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1  Konsep Medik
1.      Pengertian
Solusio plasenta adalah Lepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya di atas 22 minggu dan sebelum lahirnya anak (Sulaiman, S, W et al, 2003)
Solusio plasenta adalah Lepasnya plasenta dari insersi sebelum waktunya ( Arif,  M. 2001).
Solusio plasenta (abruption plasenta atau accidental haemorage) adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri setelah kehamilan 20 minggu atau sebelum janin lahir (http://lp-dan-asuhan keperawatan selama 1x24 jam-solusio-plasenta.html).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram (http://materi-kuliah-akper.blogspot.com/2010/05/asuhan keperawatan selama 1x24 jam-solusio-plasenta.html).


Gambar Normal dan Solutio Plasenta

2.      Klasifikasi dan Macam Solusio Plasenta
a.       Solusio plasenta ringan
Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas sehingga bagian janin mudah di raba. Tanda gawat janin belum tampak dan terdapat perdarahan hitam per vagina.
b.      Solusio plasenta sedang 
Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit di raba. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampaiIUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan ketuban tegang. Tanda persalinantelah ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.
c.       Solusio plasenta berat 
Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut seperti papan. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaandalam ditemukan ketuban tampak tegang. Darah dapat masuk otot rahim,uterus Couvelaire yang menyebabkan Antonia uteri serta perdarahan pascapartus. Terdapat gangguan pembekuan darah fibribnogen kurang dari100-150 mg%. pada saat ini gangguan ginjal mulai Nampak.

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunyamengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
a.       Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum adatanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.2.
b.      Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda prerenjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.3.
c.       Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

3.      Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :

a.       Faktor kardiorenovaskuler 
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasentacenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
b.      Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain:
-          Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
-          Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
-          Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
c.       Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman diRSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
d.      Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
e.       Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
f.       Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta . Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokaindilaporkan berkisar antara 13-35%.7.
g.      Faktor kebiasaan merokok 
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikro sirkulasinya. Sering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
h.      Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini padakehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
i.        Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.

4.      Manifestasi Klinis
a.       Solutio plasenta ringan
Terjadi rupture sinus masrginalis. Bila terjadi perdarahan pervaginamwarna merah kehitaman, perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang.Tetapi bagian-bagian janin masih teraba
b.      Solution plasenta sedang 
Plasenta telah terlepas seperempat sampai duapertiga luas permukaan.Tanda dan gejala dapat timbul perlahan seperti pada solution plasenta ringan ataumendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukar di raba., BJA sukar di raba dengan stetoskop biasa. Sudah dapat terjadi kelainan pembekuan darah atau ginjal.
c.       Solution plasenta berat 
Plasenta telah lepas lebih duapertiga luas permukaannya, terjadi tiba-tiba,ibu syok janin meningggal. Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri.Perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu. Besar kemungkinan telah terjadi gangguan pembekuan darah dan ginjal.


5.      Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.




6.      WOC
Idiopatik
Kardirenovaskuler
Usia ibu
Trauma
Kokain
Merokok
Hipertensi
TD tiba-tiba
Terhambatnya peredaran darah ke jaringan distal
Anoksemia
Pembuluh darah distal nekrotik dan rapuh
Solusio Plasenta
Pembuluh darah distal pecah
Pendarahan
Multi gravida
Pelepasan katekolamin meningkat
Fungsi endometrium
Vasospasme pembuluh darah uterus
Plasenta menjadi tipis
Risiko terjadi syok hemoragik
Paritas ibu
Suplai darah kejaringan
Gangguan perfusi jaringan
Risiko tinggi terjadi letal distress
Tekanan dalam rahim meningkat
Ancaman kematian diri sendiri dan janin
Cemas
Terputusanya aliran darah ke jaringan
Infusiensi plasenta
Rahim tegang
Nyeri akut
 

































7.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan laboratorium
-          Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
-          Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma.
b.      Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
-          Terlihat daerah terlepasnya plasenta
-          Janin dan kandung kemih ibu
-          Darah
-          Tepian plasenta
Gambar Solutio Plasenta Berdasarkan Hasil USG
c.       Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin

8.      Penatalaksanaan
a.       Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di anggap kontra indikasi padasolusio plasenta yang nyata secara klinis.
b.      Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.

9.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
a.       Syok hemoragik
b.      Gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta dan pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
c.       Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
d.      Apoplexi uteroplacenta (Uterus Couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium dan terkadang  juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
a.       Fetal distress
b.      Gangguan pertumbuhan/perkembangan
c.       Hipoksia dan anemia
d.      Kematian
2.2  Konsep Asuhan keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Identitas klien secara lengkap
b.      Keluhan utama
-          Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
-          Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang.
-          Perdarahan yang berulang-ulang.
c.       Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darah, darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli) dll.
d.      Riwayat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek atau trauma uterus .
e.       Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal dan penyebabnya.
f.       Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
-          Kesadaran : composmetis sampai dengan apatis
Tanda-tanda vital
-          Tensi : normal sampai turun (syok)
-          Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
-          Suhu : normal / meningkat (> 37o c)
-          RR : normal / meningkat (> 24x/menit)

Pemeriksaan head to toes
-          Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut biasanya rontok / tidak rontok.
-          Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
-          Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
-          Mata : conjunctiva anemis
-          Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat dan dangkal
-          Abdomen
Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba dan ligra
Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.
Palpasi rahim keras, fundus uteri naik
-          Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur.
-          Ekstimitas
Akral dingin, tonus otot menurun.
Pemeriksaan Penunjang
-          Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.
-          USG untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan janin.
-          Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan perfusi jaringan b.d.  perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis, akral dingin , Hb turun , muka pucat, dan lemas .
b.      Risiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta berkurang.
c.       Nyeri akut b.d.  kontraksi uterus ditandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus
d.      Cemas b.d. kurang terpapar informasi klien mengenai keadaan patologi yang dialaminya.
e.       Risiko  terjadinya shock hemoragik b.d. perdarahan

3.      Intervensi
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Gangguan perfusi jaringan b.d.  perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis , akral dingin , Hb turun , muka pucat, dan lemas
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan perfusi jaringan pasien adekuat, dengan kriteria hasil :
·         Conjunctiva tidak anemis
·         Akral hangat
·         Hb normal
·         Muka tidak pucat, dan pasien tidak lemas.
1.      Monitor tanda tanda vital


2.      Observasi tingkat pendarahan setiap 15-20 menit
3.      Catat intake dan output

4.      Kolaborasi dalam pemberian terapi infuse isotonik
5.      Kolaborasi dalam pemberian tranfusi darah apabila Hb rendah
TD, frekuensi nadi yang rendah, frekuensi RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan sirkulasi darah
Mengantisipasi terjadinya shock

Produksi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan penurunan fungsi ginjal
Cairan infus isotonic dapat mengganti volume darah yang hilang akibat pendarahan
Tranfusi darah dapat menggan volume darah yang hilang akibat pendarahan
2
Risiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta berkurang .
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan tidak terjadi fetal distress, dengan kriteria hasil:
·         DJJ normal/terdengar
·         Adanya pergerakan bayi
·         Bayi lahir selamat
1.      Jelaskan risiko terjadinya distress janin/kematian janin pada ibu



2.      Observasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin
3.       
4.      Berikan O2 10-12 liter dengan masker jika terjadi tanda-tanda fetal distress
Memberikan penjelasan mengenai  risiko terjadinya distress janin pada klien membuat klien kooperatif pada setiap tindakan yang akan diberikan
Penurunan frekuensi plasenta mengurangi kadar oksigen janin sehingga menyebabkan perubahan frekuensi jantung janin Meningkatkan supali oksigen janin
3
Nyeri akut b.d.  kontraksi uterus ditandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dideritanya, dengan kriteria hasil :
·         Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.

1.      Jelaskan penyebab nyeri pada klien



2.      Ajarkan teknik relaksasi distraksi pernapasan


3.      Berikan posisi yang nyaman (miring ke kiri / kanan)
4.      Berikan teknik relaksasi massage pada perut dan punggung
5.      Libatkan suami dan keluarga dalam tindakan pengontrolan nyeri
6.      Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik
Memberikan informasi mengani penyabab nyeri yang dideritanya akan membuat klien kooperatif dengantindakan yang akan diberikan
Teknik relaksasi distraksi pernapasan dapat mendorong klien relaks dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat nyeri
Posisi miring mencegah penekanan pada vena cava
Meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kooping dan kontrol klien terhadap nyeri
Melibatkan suami dan keluarga dapat memberikan dukungan mental kepada klien
Obat analgetik dapat mengurangi nyeri yang dirasakan klien dengan memblok impuls nyeri
4
Cemas b.d. kurang terpapar informasi klien mengenai keadaan patologi yang dialaminya
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya, dengan kriteria hasil :
·         Klien melaporkan cemas berkurang
·         Klien tampak tenang dan tidak gelisah
1.      Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan

2.      Beri penjelasan tentang kondisi janin

3.      Beri penjelasan tentang kondisi klien

4.      Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan memberi dukungan kepada klien

5.      Anjurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan latihan relaksasi.
Mengungkapkan perasaan tentang hal-hal yang dicemaskan dapat mengurangi beban pikiran klien
Mengurangi kecemasan klien mengenai kondisi janinnya
Mengurangi kecemasan klien mengenai kondisinya
Dukungan keluarga dapat memberikan rasa aman kepada klien dan mengurangi kecemasan klien
Memberikan perasaan rileks sehingga dapat menurunkan kecemasan klien
5
Risiko  terjadinya shock hemoragik b.d. perdarahan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan shock hipovolemik tidak terjadi, dengan kriteria hasil :
·         Perdarahan berkurang
·         TTV normal
·         Kesadaran komposmentis
1.      Kaji pendarahan setiap 15-30 menit

2.      Observasi TTV setiap 15 menit dan apabila TTV normal, observasi TTV dilakukan setiap 30 menit
3.      Awasi adanya tanda-tanda syok, pucat, keringat dingin, dan kepala pusing.
4.      Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan
Mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin.
Mengetahui kondisi klien dan untuk mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin
Mendeteksi adanya gejala syok sedini mungkin
Mempertahankan volume cairan sehingga sirkulasi bisa adekuat

BAB 3
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinyasebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidentalhaemorage. Keadaan klien dengan solutio plasenta memiliki beberapa macam berdasarkan tingkat keparahannya, tingkat keparahan ini dilihat dari volume perdarahan yang terjadi mulai dari solutio ringan hingga berat.
Trauma langsung abdomen, hipertensi ibu hamil, umbilicus pendek ataulilitan tali pusat, janin terlalu aktiv sehingga plasenta dapat terlepas, tekanan padavena kafa inferior, dan lain-lain diketahui bahwa sebagai penyebab dari solution plasenta. Beberapa faktor yang menjadi faktor predisposisi solution plasenta itusendiri didapat dan diketahui mulai dari faktor fisik dan psikologis dengan katalain ditinjau dari kebiasaan-kebiasaan klien yang dapat mendukung timbulnyasolution plasenta. Adapun komplikasi dari solusio plasenta pada ibu dan janintergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanyasolusio plasenta berlangsung. Komplikasi terparah dari solution plsenta dapatmengakibatkan syok dari perdarahan yang terjadi, keadaan seperti ini sangat berpengaruh pada keselamatan dari ibu dan janin.
Penatalaksanaan dari solution plaseenta dapat dilakukan secarakonservatif dan secara aktif. Masing-masing dari penatalaksaan tersebutmempunyai tujuan demi keselamatan baik bagi ibu, janin, ataupuun keduanya.

3.2  Saran
1.      Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami dan mendalami dari solution plasenta.
2.      Perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu meminimalkan faktor risiko dari solution plasenta demi mempertahankan dan meningkatkanstatus derajat kesehatan ibu dan anak.
3.      Mahasiswa dengan latar belakang medis sebagai calon tenaga kesehatanmampu menguasai baik secara teori maupun skil untuk dapat diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. (2008). http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/karakteristik-kasus-solusio-plasenta-di-bagian-obstetri-dan-ginekologi-rsud-arifin-achmad-pekanbaru-periode-1-januari-2002-31-desember-2006/
Anonimous. (2009). Askep Solusio Plasenta. (Akses tanggal 16 Oktober 2010). http://materi-kuliah-akper.blogspot.com/2010/05/askep-solusio-plasenta.html
Anonimous. (2009). Solusio Plasenta. (Akses tanggal 16 Oktober 2010). http://askep-askeb.cz.cc/2010/03/solusio-plasenta.html#axzz0y6Pwti9X
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Limas, Endri. (2010). Askep dan LP Solusio Plasenta. (Akses tanggal 16 Oktober 2010). file:///H:/lp-dan-askep-solusio-plasenta.html
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarata : EGC.
NANDA, 2007. Nursing Diagnoses : Definition and Clssification 2007 – 2008, NANDA
International, Philadephia.